REFORMASI PAJAK (TAX
REFORM) 2000
Pada
tahun 2000 seiring dengan perkembangan sosial dan ekonomi, pemerintah kembali
mengeluarkan serangkaian undang – undang untuk mengubah undang – undang yang
telah ada, yaitu:
1. UU
No. 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
2. UU
No. 17 Tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan
3. UU
No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah
4. UU
No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
5. UU
No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
6. UU
No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Pada tahun 2002 untuk lebih memberikan
rasa keadilan dan kepastian hukum, pemerintah akhirnya mengeluarkan UU No. 14
tentang Pengadilan Pajak yang mengubah Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang
selama ini dirasakan kurang berpihak kepada Wajib Pajak.
Tujuan dari penyempurnaan undang –
undang pajak adalah dalam rangka ekstensifikasi dan intensifikasi pengenaan dan
pemungutan pajak yang sekaligus merupakan upaya peningkatan keadilan beban
pajak, penghapusan fasilitas pajak yang tidak memiliki landasan hukum yang akan
merugikan perekonomian nasional dan menutup peluang – peluang penghindaran
pajak.
Secara normatif sesuai dengan prinsip good tax policy, terhadap kegiatan
ekonomi sistem perpajakan harus netral dan tidak ada distorsi agar sumber daya
optimal dan sesuai dengan dinamika pasar dan pajak dapat mendorong dan
mengendalikan. Untuk itu, sesuai dengan fungsi regulerend secara umum dapat dinyatakan bahwa sistem pajak harus
dapat mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi nasional dengan mendorong
investasi dari luar serta mengamankan penerimaan negara. Dalam reformasi pajak
2000 fungsi regulerend telah
memperhitungkan dunia bisnis antara lain peningkatan pelayanan, penyederhanaan
prosedur, kepastian hukum, keadilan, serta fasilitas investasi untuk mendorong
kegiatan investasi.
Sedangkan untuk menjalankan fungsi
budgetair sebagai pilar utama penerimaan negara, dilakukan dengan memperluas
cakupan subjek dan objek pajak, dan meminimalkan kemungkinan transfer princing dan pembatasan
pengenaan pajak penghasilan final.
Semua kebijakan ini dalam jangka panjang
dapat meningkatkan tax compliance, meningkatkan
investasi dan penerimaan negara untuk menuju kemandirian pembiayaan
pembangunan.
SUMBER:
Suandy,
Erly. 2002. Hukum Pajak. Jakarta:
Salemba Empat.
0 komentar:
Posting Komentar